GLOBALISASI
DALAM BELA NEGARA
Unsur Dasar Bela Negara
- Cinta Tanah Air
- Kesadaran Berbangsa dan bernegara
- Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
- Rela berkorban untuk bangsa dan negara
- Memiliki kemampuan awal bela negara
Contoh-Contoh
Bela Negara :
- Melestarikan budaya
- Belajar dengan rajin bagi para pelajar
- Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
- Mencintai produk-produk dalam negeri
Beberapa
dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara
- Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan KeamananNasional.
- Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
- Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah olehUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
- Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNIdengan POLRI
- Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNIdan POLRI
- Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
- Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Dua ciri khas NKRI yang perlu dibela
adalah secara struktural UUD 1945 serta ideologis Pancasila. Selain itu,
kekayaan budaya dengan ragam kearifan lokal yang telah menjadi tradisi perlu
dilestarikan. Misalnya, sifat gotong-royong guna segera mengentas sebagian
warga yang masih berkubang dalam kemiskinan untuk cukup pangan dan sandang
serta papan layak. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar fisik (raga), setiap
warga negara akan mampu menyediakan ruang psikis (jiwa) untuk bela negara.
Pemerintah
sebagai pengemban mandat sekaligus pengelola dana dari rakyat seyogianya dapat
mengakomodasikan segala aspirasi terkait bela negara. Pemerintah tidak perlu
merasa superior, sehingga memonopoli makna bela negara serta memarginalkan
pribadi atau lembaga di luar pemerintahan.
Terlatih
keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka
dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi
warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju
di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan
Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas
misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran.
Dalam keadaan darurat perang,mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat
untuk tugas-tugas tempur tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara
selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan
dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil
misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum,
akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan
ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi memperkenalkan
"dwi-fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi "konsep
bela negara" di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata
tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warganegara Republik
Indonesia.Bela Negara Secara Non-Fisik Di masa transisi menuju masyarakat
madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru kesadaran bela negara ini
perlu ditanamkan guna menangkalberbagaipotensi ancaman, gangguan, hambatan dan
tantangan baik dari luarmaupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas.
Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus
berarti "memanggul bedil menghadapi
musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara secara non-fisik
dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala
situasi, misalnya dengan cara:
a. meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi dengan menghargai
perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak
b. menanamkan
kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat
c. berperan
aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika)
d. meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undangdan menjunjung tinggi Hak
Azasi Manusia
e. pembekalan
mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh
budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan
lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing.
Apabila
seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan belanegara
secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada gilirannya
merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanannegara dan
bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali.
Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan Ketahanan
Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya asing di era
globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau disinformasi) dan
propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin canggihnya teknologi
komunikasi.
Bela
Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme,seolah-olah
kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara
Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, belanegara merupakan
hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.Bela negara adalah
upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap
ancaman baik dari luar maupun dalam negeri. Ancaman dari dalam meskipun tokoh-tokoh
LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu yang mengada-ada, pada
kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi Negara Republik Indonesia tampaknya akan
lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam bentuk:
a. disintegrasi
bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau
pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat
b. keresahan
sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa
c. upaya
penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim atau yang
tidaksesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia
d. potensi
konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalahpolitik,
maupun akibat masalah SARA
e. makar
atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional Di masa transisi ke
arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi saat ini, potensi konflik
antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar.
Perbedaan
pendapat yang justru adalah esensi dari demokrasi malah merupakan potensi
konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan
pendiriannya sementara pihak yang lain berkerasmemaksakan kehendaknya. Dalam
hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat adalah
musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas
budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno atau tidak sesuai
lagi di era reformasi ini. Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun
(yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan
perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang
"kalah", sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan
tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Banyak alasan
mengapa kita sebagai warga negara wajib mengupayakan
untuk membela negara. Oleh dari itu, kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban
untuk memberi contoh bela negara, sesuai dengan arti atau pengertian bela
negara indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar