Senin, 16 November 2015

Globalisasi Dalam Bela Negara



GLOBALISASI DALAM BELA NEGARA

 


Unsur Dasar Bela Negara
  1. Cinta Tanah Air
  2. Kesadaran Berbangsa dan bernegara
  3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
  4. Rela berkorban untuk bangsa dan negara
  5. Memiliki kemampuan awal bela negara
Contoh-Contoh Bela Negara :
  1. Melestarikan budaya
  2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar
  3. Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
  4. Mencintai produk-produk dalam negeri
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara
  1. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan KeamananNasional.
  2. Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
  3. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah olehUndang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
  4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNIdengan POLRI
  5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNIdan POLRI
  6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
  7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Dua ciri khas NKRI yang perlu dibela adalah secara struktural UUD 1945 serta ideologis Pancasila. Selain itu, kekayaan budaya dengan ragam kearifan lokal yang telah menjadi tradisi perlu dilestarikan. Misalnya, sifat gotong-royong guna segera mengentas sebagian warga yang masih berkubang dalam kemiskinan untuk cukup pangan dan sandang serta papan layak. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar fisik (raga), setiap warga negara akan mampu menyediakan ruang psikis (jiwa) untuk bela negara.
Pemerintah sebagai pengemban mandat sekaligus pengelola dana dari rakyat seyogianya dapat mengakomodasikan segala aspirasi terkait bela negara. Pemerintah tidak perlu merasa superior, sehingga memonopoli makna bela negara serta memarginalkan pribadi atau lembaga di luar pemerintahan.
Terlatih keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang,mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi memperkenalkan "dwi-fungsi sipil". Maksudnya sebagai upaya sosialisasi "konsep bela negara" di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warganegara Republik Indonesia.Bela Negara Secara Non-Fisik Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkalberbagaipotensi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luarmaupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti "memanggul  bedil menghadapi musuh". Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
a.         meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak
b.         menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat
c.         berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika)
d.         meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undangdan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia
e.         pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing-masing.
Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan belanegara secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada gilirannya merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanannegara dan bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi.
Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau militerisme,seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD 1945, belanegara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia.Bela negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam negeri. Ancaman dari dalam meskipun tokoh-tokoh LSM banyak yang menyatakan hal ini sebagai sesuatu yang mengada-ada, pada kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi Negara Republik Indonesia tampaknya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, antara lain dalam bentuk:
a.         disintegrasi bangsa, melalui gerakan-gerakan separatis berdasarkan sentimen kesukuan atau pemberontakan akibat ketidakpuasan daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat
b.         keresahan sosial akibat ketimpangan kebijakan ekonomi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang pada gilirannya dapat menyebabkan huru-hara/kerusuhan massa
c.         upaya penggantian ideologi Panca Sila dengan ideologi lain yang ekstrim atau yang tidaksesuai dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa Indonesia
d.         potensi konflik antar kelompok/golongan baik akibat perbedaan pendapat dalam masalahpolitik, maupun akibat masalah SARA
e.         makar atau penggulingan pemerintah yang sah dan konstitusional Di masa transisi ke arah demokratisasi sesuai dengan tuntutan reformasi saat ini, potensi konflik antar kelompok/golongan dalam masyarakat sangatlah besar.
Perbedaan pendapat yang justru adalah esensi dari demokrasi malah merupakan potensi konflik yang serius apabila salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkerasmemaksakan kehendaknya. Dalam hal ini, sebenarnya cara yang terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang sesungguhnya merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia itu tampaknya sudah dianggap kuno atau tidak sesuai lagi di era reformasi ini. Masalahnya, cara pengambilan suara terbanyakpun (yang dianggap sebagai cara yang paling demokratis dalam menyelesaikan perbedaan pendapat) seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang "kalah", sehingga mereka memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya. Banyak alasan mengapa kita sebagai warga negara wajib  mengupayakan untuk membela negara. Oleh dari itu, kita sebagai generasi penerus mempunyai kewajiban untuk memberi contoh bela negara, sesuai dengan arti atau pengertian bela negara indonesia.


Sumber                :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar